Friday, October 31, 2008

KONSEP STRATIFIKASI MASYARAKAT

Zuryawan Isvandiar Zoebir, Mahasiswa Magister Pembangunan Sosial Universitas Indonesia, Angkatan III, NPM. 8399040304

Tulisan ini merupakan paper dan merupakan tugas mata kuliah Teori Sosial Klasik yang diberikan oleh Dr. Kamanto Sunarto

Dibawah ini akan dikemukakan terlebih dulu gambaran dua orang ahli sosiologi mengenai stratifikasi (kelas dan status), sebelum masuk kepada jawaban terhadap pertanyaan mengenai alasan-alasan yang melandasi pandangan saya mengenai konsep yang paling mampu menjelaskan stratifikasi dalam masyarakat kita yang sedang mengalami berbagai perubahan.
KARL MARX

Kita melihat bahwa perubahan sosial secara mendasar dan menyeluruh yang melanda masyarakat Eropa telah mewujudkan pembagian kerja semakin terinci dalam masyarakat. Pembagian kerja tersebut telah membawa diferensiasi sosial yang tidak hanya berarti peningkatan perbedaan status secara horisontal tetapi juga secara vertikal.

Pandangan mengenai stratifikasi yang sangat menonjol dalam sosiologi ialah pandangan mengenai kelas yang dikemukakan oleh Karl Marx. Menurut Marx kehancuran feodalisme serta lahir dan berkembangnya kapitalisme dan industri modern telah mengakibatkan terpecahnya masyarakat menjadi dua kelas yang saling bermusuhan, yaitu kelas borjuis (bourgeoisie) yang memiliki alat produksi dan kelas proletar (proletariat) yang tidak memiliki alat produksi. Dengan makin berkembangnya industri para pemilik alat produksi, semakin banyak menerapkan pembagian kerja dan memakai mesin sebagai pengganti buruh sehingga persaingan mendapat pekerjaan di kalangan buruh semakin meningkat dan upah buruh makin menurun. Karena kaum proletar semakin dieksploitasi mereka mulai mempunyai kesadaran kelas (class consciousness) dan semakin bersatu melawan kaum borjuis. Marx meramalkan bahwa bahwa pada suatu saat buruh yang semakin bersatu dan melalui suatu perjuangan kelas (class struggle) akan berhasil merebut alat produksi dari kaum borjuis dan kemudian mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas (classless society) karena pemilikan pribadi atas alat produksi telah dihapuskan.

Jadi, konsep kelas sosial berdasarkan teori Karl Marx dikaitkan dengan pemilikan alat produksi dan terkait pula dengan posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi.

Marx berpendapat bahwa stratifikasi timbul karena dalam masyarakat berkembang pembagian kerja yang memungkinkan perbedaan kekayaan, kekuasaan dan prestise yang jumlahnya sangat terbatas sehingga sejumlah besar anggota masyarakat bersaing dan bahkan terlibat dalam konflik untuk memilikinya. Anggota masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan, kekayaan atau prestise berusaha memperolehnya, sedangkan anggota masyarakat yang memilikinya berusaha untuk mempertahankannya bahkan memperluasnya.

Menurut Marx, kelas-kelas akan timbul apabila hubungan-hubungan produksi melibatkan suatu pembagian tenaga kerja yang beraneka ragam, yang memungkinkan terjadinya penumpukan surplus produksi, sehingga merupakan pola hubungan memeras terhadap massa para pemroduksi.

Persamaan yang bagaimanakah yang dikehendaki masyarakat ? berdasarkan konsepsi Marx dikatakan bahwa asas pemerataan berarti pemerataan pendapatan, seseorang diharapkan menyumbangkan tenaganya pada masyarakat sesuai dengan kemampuannya tetapi akan memperoleh imbalan sesuai dengan kebutuhannya.
MAX WEBER

Pembahasan Max Weber mengenai kelas, status dan partai merupakan tiga dimensi tingkatan yang terpisah satu sama lainnya serta pada satu tingkat empiris tertentu, tiap dimensi itu bisa saling mempengaruhi.

Konsepsi kelas Weber bertolak dari analisisnya tentang liberalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi berdasarkan ekonomi pasar. Yang dimaksudkan kegiatan ekonomi oleh Weber adalah upaya penguasaan kebutuhan utama manusia (berupa barang maupun jasa), yang didasarkan atas keadilan dan kompetisi secara sehat.

Kelas-kelas hanya bisa muncul apabila pasar itu telah ada, dan pada gilirannya dapat membentuk suatu ekonomi uang dan akan memainkan suatu peran yang penting dalam struktur ekonomi.

Weber membedakan kelas dan status (standische lage). Status seseorang, bertalian dengan penilaian yang dibuat orang lain kepada diri atau posisi sosialnya, sehingga menghubungkan dia dengan sesuatu bentuk martabat sosial atau penghargaan (positif dan negatif). Kelompok status adalah sejumlah orang yang mempunyai status yang sama. Kelompok-kelompok status (tidak seperti kelas-kelas) hampir sepenuhnya menyadari posisi bersama mereka.

Kasta merupakan contoh yang sangat jelas dari status, perbedaan sifat kelompok status dipegang teguh agar tetap berpedoman pada faktor-faktor kesukuan, serta biasanya pemberlakuannya dipaksakan melalui ketentuan-ketentuan agama dan/atau sanksi-sanksi hukum konvensional.

Keanggotaan kelompok kelas maupun keanggotaan kelompok status, dapat merupakan landasan bagi kekuasaan sosial; akan tetapi pembentukan partai-partai politik merupakan suatu pengaruh lanjut dan secara analisis bebas atas pembagian kekuasaan.

Suatu partai yang mempunyai kaitan dengan suatu yayasan amal sekalipun, dapat saja mempunyai tujuan agar dapat menerapkan kebijakan-kebijakan tertentu partai menyangkut yayasan tersebut. Artinya, partai-partai bisa masuk kedalam bentuk organisasi apa saja misalnya dimulai dari perkumpulan olahraga sampai ke organisasi pengacara tingkat nasional.

Landasan untuk mendirikan partai-partai sangat beraneka ragam, misalnya kesamaan kelas atau status bisa saja menjadi dasar satu-satunya bagi penerimaan anggota suatu partai politik.

TANGGAPAN :

Berdasarkan gambaran-gambaran yang telah dikemukakan oleh dua orang ilmuwan sosiologi tersebut di atas, maka saya berpendapat bahwa pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh Max Weber adalah yang paling mampu menjelaskan stratifikasi dalam masyarakat kita yang sedang mengalami berbagai perubahan seperti berkembangya industrialisasi, urbanisasi, demokratisasi, modernisasi dan kapitalisme.

Alasan-alasan tersebut didasarkan atas hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa konsep Weber mengenai kelas dan status sangat relevan dengan konsep liberalisasi ekonomi yang memberikan keleluasaan kepada para pelaku pasar untuk berkompetisi secara sehat, dan pemerintah dalam hal ini hanya bertindak sebagai pengatur (steering) hal-hal yang pokok, dan kondisi ini sesuai dengan kecenderungan ekonomi dunia yang mengarah kepada perdagangan bebas;

2. Bahwa kekhawatiran Marx terhadap pembagian atau spesialisasi pekerjaan akan menyebabkan terjadinya kelas borjuis dan kelas proletar sangat tidak beralasan, oleh karena justru karena individu mempunyai pekerjaan atau kegiatan yang berbeda-beda dalam masyarakat, maka mereka menjadi tergantung atau terikat satu sama lain. Sehingga hipotesa yang menetapkan bahwa pembagian kerja adalah salah satu syarat hidupnya suatu masyarakat (menuju modern seperti Indonesia) dapat dibenarkan;

3. Weber menerima konsep Marx bahwa bentuk modern masyarakat merupakan suatu masyarakat kelas, namun ia mengungkapkan fakta bahwa perjuangan kelas sudah tidak cocok lagi dengan kondisi saat ini (termasuk di Indonesia). Yang membedakan bentuk masyarakat modern dari jenis-jenis tradisional bukan lagi dari sifat kelas, tetapi dari pembagian profesi yang dilakukan secara kooperatif;

4. Terhadap pendapat Marx yang mengatakan bahwa seorang buruh jika belum mempunyai kesadaran kelas berarti kesadaran, pemikiran dan nalar yang meliputi benak si buruh tersebut merupakan kesadaran palsu (false consciousness). Padahal bukan suatu masalah apabila si buruh menyetujui tindakan atau kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh majikannya.

Salemba, 24 November 1999

No comments: